Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang menggunakan teknologi asal China atau Rusia untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
“Jadi, untuk teknologi yang ditawarkan itu ada dari China atau dari Rusia,” ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat.
Pembangunan PLTN tersebut merupakan bagian dari penambahan pembangkit listrik yang berasal dari energi baru dan energi terbarukan (EBT).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, termaktub target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Dari target tersebut, pemerintah berencana membangun PLTN dengan kapasitas sebesar 500 megawatt (MW).
Sebesar 250 megawatt (MW) akan dibangun di Sumatera dan 250 MW sisanya akan dibangun di Kalimantan.
“Jadi, untuk 500 MW ini, kami akan mencoba untuk melihat apakah menggunakan teknologi SMR (small modular reactor/reaktor modular kecil) atauĀ large scale,” ujar Yuliot.
Ketika menjajaki Korea Selatan, tutur Yuliot, Negeri Ginseng tersebut menggunakan teknologiĀ large scale.
Saat ini, Indonesia sedang mencari referensi untuk negara-negara yang menggunakan teknologi SMR.
Oleh karena itu, pemerintah belum menentukan negara mana yang akan menjadi mitra Indonesia dalam mengembangkan PLTN.